Главная | Обратная связь | Поможем написать вашу работу!
МегаЛекции

C.1 Posisi Manusia-Alam dalam Tao, Te dan Wu Wei




       Hal pertama yang harus dipahami dalam Tao adalah kata “Tao” itu sendiri. Segala sesuatu yang berwujud dan ragawi adalah yang dapat diberi nama. Sementara Tao sendiri adalah sesuatu yang tak bernama. [7] Dan yang tak bernama ini adalah awal dari segala sesuatu. Menyebut Tao dengan sebutan Tao tidak sama dengan menyebut meja dengan sebutan meja. Meja beratribut sedangkan Tao tidak beratribut.

       Tao adalah sesuatu yang menyebabkan menjadi adanya apa saja. Karena senantiasa terdapat barang sesuatu, maka Tao terus menerus ada dan nama Tao juga terus menerus ada. Ia dalah awal mula dari segala permulaan dan menyaksikan keadaan awal segala sesuatu. Selanjutnya Tao memberi Te pada barang sesuatu tadi. Te adalah ‘daya' baik dalam arti moral ataupun non-moral. Setelah diberi Te tindakan yang harus dilakukan oleh segala barang sesuatu tadi adalah wu wei . Wu wei adalah cara bertindak dengan sewajarnya atau bertindak secara tidak berlebihan. Tidak ada bencana yang lebih besar dibanding sikap tidak mengenal kepuasan atas apa yang dimiliki seseorang; tidak ada dosa yang lebih besar dibanding mempunyai keinginan untuk memperoleh milik. [8]

Wu-wei dapat secara harafiah diterjemahkan dengan ‘tidak mempunyai kegiatan’ atau ‘tidak berbuat’. [9] Istilah ini sesungguhnya tidak berarti sama sekali tidak ada kegiatan, atau sama sekali tidak berbuat apapun, melainkan berarti berbuat tanpa dibuat-buat dan tidak semau-maunya. Karena wu-wei adalah sifat dasar kehidupan yang selaras dengan alam semesta. Bersikap dibuat-buat dan semau-maunya berlawanan dengan sikap kodrati atau sikap yang wajar. Menurut teori Wu-wei, seseorang hendaknya membatasi kegiatan-kegiatannya pada apa yang diperlukan dan apa yang kodrati atau wajar. Seperti dalam mencapai tujuan tertentu, jangan sampai berbuat berlebihan atau melakukan upaya semau-maunya. Dalam melakukan perbuatan ini, hendaknya orang mengambil kesederhanaan sebagai prinsip hidup yang membimbingnya, sebab umat manusia mempunyai terlampau banyak keinginan dan terlalu banyak pengetahuan. Mereka mencari kebahagiaan dengan cara memenuhi keinginan mereka. Akan tetapi, ketika mereka berusaha memenuhi terlampau banyak keinginan, mereka memperoleh hasil yang sebaliknya.

Wu-wei adalah hidup yang dijalani tanpa ketegangan. Wu-wei merupakan perwujudan yang murni dari kelemah-lembutan, kesederhanaan, dan kebebasan; suatu kemampuan yang efektif, yang murni di mana tidak ada gerak yang dihambur-hambur sekedar untuk dipamerkan ke luar. Jika Wu-wei dilihat dari luar, terlihatlah ia tanpa daya, karena tidak pernah memaksa dan tidak pernah terlihat tegang. Rahasianya terletak pada cara mencari ruang kosong dalam hidup dan alam, dan bergerak melaluinya. Chuang Tzu menjelaskan hal ini dengan ceritanya tentang seorang pejagal yang pisaunya tidak pernah tumpul selama dua puluh tahun. Sewaktu didesak untuk menjelaskan rahasianya, pejagal itu menjawab, “Dari antara tulang-tulang pada setiap persendian selalu ada suatu ruang. Jika tidak demikian, tentu tidak akan ada gerakan. Dengan mencari ruang ini dan meingisinya di situ, maka pisau saya dapat melalui tulang-tulang itu tanpa menyentuhnya. ” [10]

       Gejala alam yang paling mirip dengan Tao dalam pandangan para penganut Taoisme adalah air. Mereka kagum dengan cara air yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan mencari tempat-tempat yang terletak paling rendah. [11] Air juga mempunyai kekuatan yang mampu meluluhkan batu karang dan menghanyutkan bukit-bukit. Sifat luwes tak berhingga namun kokoh tanpa bandingan. Itulah kebajikan air dan demikian juga kebajikan dari Wu-wei. Ciri yang terakhir adalah kejernihannya di saat ia tenang. Namun, kejernihan hanya dapat tertangkap oleh mata batin jika kehidupan manusia itu mencapai ketenangan yang diam dari suatu telaga yang dalam dan hening. Lantas, terang jelas, bahwa dalam Wu-Wei, alam mempunyai dinamikanya sendiri. Dinamika tersebut akan menciptakan suatu keharmonisan bahkan tanpa campur tangan dari manusia. Alam dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan atau tempat di mana ia berada. Alam dalam Tao seperti memiliki “kebajikan”. Alam terus-menerus memancarkan kejernihan dan keharmonisan bia manusia mampu melihatnya dengan mata batin, artinya secara positif dan reflektif. Dengan kata lain, posisi alam adalah menjaga keharmonisan, dan bahkan lebih jauh/ dalam lagi, menghubungkan manusia dengan Tao sebagai yang absolut, karena dari alam manusia mampu menelaah Tao, walau Tao tetap tidak terdeskripsikan. Sedangkan manusia, dengan prinsip Wu-Wei, mengambil posisi sebagai individu yang membatasi kegiatan dengan alam dengan seperlunya. Manusia mengambil kekayaan hayati dari alam tanpa disertai tendensi menjadi “tuan” atas alam, sehingga berkompromi untuk mengeksploitasinya.

Поделиться:





Воспользуйтесь поиском по сайту:



©2015 - 2024 megalektsii.ru Все авторские права принадлежат авторам лекционных материалов. Обратная связь с нами...